Bab 663
Bab 663
Ellia menatapnya dan bertanya, “Ada apa? Kamu nggak enak badan?”
Selena memegang perutnya dan terlihat kesakitan. “Lambungku tiba–tiba terasa sakit, bukan hal yang
serius,” ujarnya.
“Kalau begitu, jangan minum yang dingin–dingin lagi. Ibu akan panggil dokter keluarga untuk
memeriksamu.”
Selena menggelengkan kepalanya dan berkata, “Nggak perlu repot–repot. Aku sudah melakukan
pemeriksaan sebelum datang ke sini.”
“Meskipun kamu sudah melakukan pemeriksaan lain, belum tentu melakukan pemeriksaan lambung. Kalau masih nggak nyaman, lebih baik lakukan pemeriksaan khusus dengan endoskopi lambung.”
Selena terlihat tidak peduli dan berkata, “Mungkin hanya sakit lambung biasa. Kopi ini terlalu dingin,
nanti cukup makan obat lambung saat pulang ke rumah. Setelah pesta ulang tahun kakek selesai, aku
baru akan pergi melakukan pemeriksaan detail.”
“Baiklah.”
Ellia mengulurkan tangannya, memanggil seorang pengawal untuk pergi membeli obat. Kemudian, dia juga meminta seseorang untuk membawakan segelas air hangat untuk Selena.
Mendapatkan kasih sayang seperti itu membuat Selena mulai menerima keberadaan Ellia dari lubuk
hatinya.
Mereka berdua makan siang bersama dan membahas banyak detail pesta. Selena bertanya dengan
ragu, “Ibu, apa kita harus mengundang Tuan Naufan ke pesta ulang tahun Kakek?”
Ellia berkata dengan tegas, “Ingatlah, kelak hanya ada satu penerus Keluarga Irwin, yaitu suamimu,
Harvey Irwin.”
“Aku mengerti,” jawab Selena singkat.
“Nanti aku akan minta Bibi Eri untuk menyusun daftar undangan dan memberikannya padamu. Sementara itu, kalau kamu senggang, beberapa hari ini kamu bisa mengenal beberapa nyonya sosialita
di lingkungan ini. Kelak, Keluarga Irwin akan bergantung padamu dan Harvey.”
Selena sebenarnya ingin menolak. Di antara belajar kedokteran dan mengurus Keluarga Irwin, dia lebih
memilih untuk pergi belajar. Content from NôvelDr(a)ma.Org.
Namun kakek dan Ellia berencana agar dia mengambil alih mengurus Keluarga Irwin, jadi Selena harus
menunggu sampal pesta tersebut selesai untuk menjelaskan semuanya.
Saat mereka sedang asik mengobrol, Naufan masuk sambil memeluk pinggang Jesika.
Selena sebenarnya sangat mengagumi pria seperti dia. Mencintai seseorang selama bertahun–tahun
dengan begitu setia, bahkan di usia yang begitu tua masih sangat menyayangi istrinya.
Anak muda sekarang bahkan tidak bisa begitu mesra seperti mereka di depan publik.
Ellia berkata dengan suara pelan kepada Selena, “Lihat apa yang kubilang, di mana pun aku berada,
wanita itu pasti akan muncul.”
Seperti kecoa, tampaknya tidak berbahaya tetapi sangat menjijikkan.
“Ibu, aku sudah kenyang, ayo kita pergi.”
Ellia menahan tangan Selena yang hendak meletakkan pisau dan garpu. Mereka sebelumnya terlalu asik
berbicara dan Selena baru mulai makan.
“Nggak apa–apa. Makanlah. Kita pasti akan sering bertemu dengannya kelak. Lagi pula, bukan aku yang bersalah, jadi untuk apa aku bersembunyi.”
Melihat Ellia tidak terpengaruh, Selena pun melanjutkan makannya.
Selena tahu apa yang dilakukan pria itu kepada Harvey dulu, jadi ada kemungkinan pria itu juga akan
membencinya. Oleh karena itu, Selena tidak ada niat untuk bersikap ramah dan menyapa pria tersebut.
Tiba–tiba terdengar suara Jesika. Sudah berumur 40–an, tetapi masih berbicara dengan manja, “Kak
Naufan, Kak Ellia juga ada di sini. Bagaimana kalau kita semeja dengannya?”
Selena benar–benar ingin membujuk Jesika untuk membuka kelas pelatihan akting, pasti banyak yang
mendaftar.
Naufan hendak duduk, tetapi Ellia sudah memanggil pelayan dan berkata, “Kami nggak kenal mereka,
tolong antar mereka ke meja lain yang jauh dari kami. Aku takut mual dan nggak bisa makan karena
melihat mereka.”
Di dalam ingatan Naufan, Ellia seperti penggemar fanatik yang setiap tindakannya membuat dirinya
merasa jijik.
Namun sekarang dia melihat rasa jijik dalam sorot mata Ellia.
Bagaimana mungkin Naufan yang terbiasa arogan bisa menerima perlakuan seperti itu?
Ekspresi Naufan seketika menunjukkan rasa tidak puas dan dia berkata dengan suara yang dalam, “Ellia, ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”
Ellia berkata tanpa meliriknya sama sekali, “Pelayan, tolong panggil polisi. Ada orang yang mengganggu kami.”
Menyadari bahwa hubungan mereka tidak baik, si pelayan tersenyum canggung dan berkata dengan sopan, “Pak, Bu, di sana masih ada banyak meja kosong. Bagaimana kalau duduk di sana saja?”