Bab 1157
Bab 1157
Bab 1157 Melarikan Diri
Di saat itulah, para penjaga tahu kalau gadis itu adalah umpan lawan untuk mengetahui lokasi mereka. Mereka langsung meningkatkan kewaspadaan mereka dan berdiri mengelilingi Emir dan Rendra. Mereka bisa mendengar suara peluru yang ditembakkan dari segala penjuru.
Emir mengusap noda darah di wajahnya dan mengambil anak itu dengan paksa. Rendra agak terhuyung, dan dia memegang bahu Emir. “Saya tidak apa–apa.” ucapnya sambil menarik nafas
berat.
“Bala bantuan akan segera datang, namun mereka butuh waktu sepuluh menit untuk bisa sampai. ke sini.”
Kabut itu kemudian mulai hilang. Mereka bisa mendengar bunyi helikopter di atas mereka. Pembunuhan itu berakhir gagal, namun para pembunuhnya sudah pergi dari tadi. Jalanan itu dipenuhi dengan pecahan bagian–bagian mobil. Mobil itu masih terbakar bahkan setelah hampir lima belas menit, namun jika seseorang berada di dalamnya, mereka pasti sudah tewas karena kepanasan dan lemas.
Pembunuhan itu pasti sudah lama direncanakan.
Kabut dan bocah perempuan itu hanyalah alat dari rencana itu. Sebuah sensor berteknologi tinggi sudah dipasang di punggung gadis itu. Kegunaannya adalah untuk memberitahu lawan di mana keberadaan Rendra dan bawahannya di balik kabut itu, lalu mereka bisa mulai menembak.
Mereka tahu kalau Rendra pasti tidak akan berdiri diam melihat seorang anak tewas di depannya. Dia pasti akan menyelamatkannya, tentu saja, dan itu adalah kelemahan yang mereka gunakan
menyerangnya.
untuk
Malam masih berlanjut, dan luka Rendra masih mengeluarkan darah, membuat kemejanya basah karena darah. Emir dan para penjaga langsung membawanya ke rumah sakit.
Rendra mulai merasa pusing di tengah perjalanan. Kehilangan banyak darah mulai membuatnya kehilangan kesadarannya juga. Tepat sebelum dia pingsan, dia berkata pada Emir, “Jangan beritahu hal ini pada Raisa.” Content from NôvelDr(a)ma.Org.
Emir melihatnya dibawa ke ruang operasi. Dia masih merasa cemas, dan dia kemudian. menghubungi Starla.
“Apa? Rendra tiba–tiba diserang?” Starla dan Wirawan langsung bergegas pergi ke rumah sakit.
Enam orang kepercayaan Rendra berjaga di depan ruang operasi. Mereka semua adalah aparat sekaligus bawahan paling kuat milik Rendra.
Raditya nembuka matanya saat mendengar ponselnya bergetar. Dia mengangkat panggilan ibunya, dan begitu mendengar apa yang terjadi, dia langsung turun dari ranjangnya secara diam- diam dan segera pergi ke rumah sakit.
Sekitar dua jam kemudian, para dokter keluar dari ruang operasi dan terlihat lelah, namun mereka tersenyum pada orang–orang yang menunggu di luar. “Pelurunya sudah dikeluarkan. Peluru itu tidak mengenai organ vitalnya, namun dia butuh istirahat.”
Semua orang menghela nafas lega. Starla hampir ingin menangis beberapa saat yang lalu. Sekarang, dia menyandarkan kepalanya di bahu suaminya dan menangis lega. Jantungnya serasa akan terlepas dari dadanya.
Penyerangan itu terjadi secara tiba–tiba. Hal itu bisa dikatakan cukup mengerikan.
Emir diminta bekerjasama dalam penyelidikan. Semua orang yang terlibat juga akan diinterogasi.
Rendra dibawa keluar dari ruangan operasi beberapa saat kemudian. Dia baru saja makan malam bersama kami tadi malam, dan sekarang dia terlihat sangat pucat. Saya harap dia akan segera sadar. Starla kembali menangis.
Starla bahkan tidak memberitahu orang tua mereka mengenai hal ini. Ini akan sangat mengejutkan bagi orang seusia mereka.
Dia hanya ingin Rendra segera sadar agar dirinya bisa memberitahu semua orang kalau pria itu baik– baik saja.
Raditya langsung pergi ke kamar rawat dan melihat ibunya duduk di atas sofa. Wanita itu langsung menghapus air matanya. Raditya mendekati ranjang dan menatap pamannya, dan dia lalu berbalik. “Apa yang dikatakan dokter?” tanyanya pada ayahnya,
“Untungnya, peluru itu mengenai punggungnya, bukan organ vitalnya. Namun, dia kehilangan terlalu banyak darah di tengah perjalanan, jadi dia tidak sadarkan diri untuk sementara waktu.”
Raditya mengepalkan tangannya. Seseorang ingin menyerang Paman Rendra? Saya akan membuat mereka membayarnya. Dia kemudian duduk di sebelah ibunya dan memeluk bahunya. Dia mencoba meyakinkannya, “Paman Rendra akan baik–baik saja.”
“Kamu harus menyelidiki ini, Raditya. Ibu tidak mau siapapun dari kita terluka. Pemilihan umum semakin dekat, jadi lawan–lawannya mencoba menyerangnya. Dia pernah mengalami kejadian yang sama sebelumnya, namun dia masih bisa beruntung dan kejadian itu tidak mengancam nyawanya.”