Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 651



Bab 651

Harvey merasa akan sangat bagus jika bisa mengetahui keberadaan Nona Fanny dari kakeknya. Dengan begitu, dia tidak perlu bersusah payah mencari jawaban seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Akan tetapi, Kakek malah berkata dengan marah, “Nona Fanny siapa? Aku hanya mengenal nenekmu. Jangan mencemarkan nama baikku, kalau sampai nenekmu tahu aku membicarakan gadis lain, malam Ini dia akan bangkit dari peti mati untuk mencari perhitungan denganku.”

“Kek, aku nggak sedang bercanda. Barusan Kakek benar–benar memegang tangan Seli dan

memanggilnya Nona Fanny.”

Kakek mendengkus dingin dan berkata, “Kenapa sekarang kamu semakin nail? Bisa–bisanya kamu

percaya pada pria tua yang sudah nggak waras ini. Kalau aku bilang pernah melihat Ultraman, apa kamu

akan percaya?”

Harvey tidak bisa berkata–kata.

Sikap Kakek sekarang lebih energik daripada saat masih muda dan ini membuat Harvey kewalahan.

Selain itu, Kakek sekarang berbicara dan bertindak seperti anak nakal

Segera, Kakek tidak memedulikan Harvey dan mengulurkan tangannya, meraih tangan Selena.

*Sebelumnya sudah kubilang kalian pulang saja kemari. Apa yang bagus di Kota Arama? Lihatlah di sini, ada pegunungan yang membuat udara sangat sejuk sangat bagus untuk kesehatan. Kamu bisa

melahirkan lebih banyak anak di sini.”

Selena hanya tersenyum dan menjawab, “Ya, aku berencana dalam waktu dekat akan menetap dan

belajar di sini.”

“Bagus. Anak muda harus terus belajar sampai tua, tapi jangan terlalu keras juga. Lihatlah, kamu terlalu kurus. Apa anak nakal itu nggak memberimu makan dengan baik? Aku akan lapor ke neneknya nanti! Biar neneknya bangkit dari peti mati dan mencarinya malam ini!”

Selena tersentuh saat mendengar kata–kata yang penuh kasih sayang itu. Kakek benar–benar memperlakukannya seperti cucu kandung.

“Kalau kamu perlu sesuatu saat tinggal di sini langsung beri tahu Kakek. Jaga jarak dengan ibu mertuamu. Ininya sudah sedikit nggak waras.”

Kakek menunjuk ke kepalanya ketika mengatakan itu. “Tapi aku juga rumah ini, hanya anak nakal itu yang waras,” tambahnya.

kadang–kadang nggak waras. Di

Selena tidak bisa menyebuk perkataan tu. Mungkin karena Harvey juga tidak begitu waras.

““Kallan jarang–jarang datang kemari jadi temanilah Kakek berkeliling dulu.“

Selena dan Harvey seperti pengawal. Satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan. Mereka menuntun Kakek berjalan dan Kakek terus mengeluh. “Sejak nenekmu pergi, aku rasa hidup dengan ketidaktahuan bukanlah hal buruk. Setidaknya dengan begini, aku nggak perlu menghabiskan waktu untuk merindukannya sampai merasa sedih. Kita harus menghargai keluarga yang masih ada, jangan sampail

kelak menyesal setelah kehilangannya.”

“Aku mengerti Kek”

Kakek menatap Harvey dengan tajam dan bertanya, “Apa kamu benar–benar mengerti?”

Tatapan tajam itu membuat Harvey seketika ketakutan dan gemetar. Dia seperti merasa Kakek sudah

menyadari sesuatu.

Namun, Kakek tiba–tiba mengatakan hal lain. “Sudahlah. Waktu Kakek sudah nggak panjang lagi, jadi kalian sering–seringlah temani Kakek. Kalau kalian bisa berikan seorang cicit laki–laki, Kakek akan

merasa puas.”

Begitu membicarakan topik melahirkan anak, Selena segera berkata, “Kek, Kakek masih kuat dan pasti mur panjang. Aku dan Harvey masih muda, masih harus fokus dengan karier dulu, jadi nggak perlu buru

-buru memiliki anak.”

Selena tidak tahu bahwa dirinya yang dulu sangat mencintai Harvey. Dia bahkan ingin melahirkan anak Harvey pada usia 21 tahun.

Namun menurutnya sekarang, usianya masih muda, jadi tidak perlu terburu–buru untuk memiliki anak. Còntens bel0ngs to Nô(v)elDr/a/ma.Org

Setidaknya sekarang dia tidak ada niat untuk itu.

Harvey mengepalkan tangannya dengan erat, tetapi wajahnya tetap terlihat tenang dan berkata, “Benar, Kek. Seli masih muda, nggak perlu buru–buru.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.