Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 638



Bab 638

Setelah terbang selama lebih dari sepuluh jam, pesawat akhirnya mendarat dengan lancar di bandara.

Selena melepas penutup mata dan meregangkan tubuhnya yang kaku.

Negara Xila terletak di belahan bumi lain, dan suhunya tepat berkebalikan dengan Kota Arama.

Kota Arama sekarang sedang turun salju, sementara ibu kota negara Xila, Nalanda, hangat seperti musim semi dengan udara yang segar yang dihembuskan oleh angin laut.

Setelah turun dari pesawat, Selena langsung merasakan udara yang segar dan menenangkan.

Di pintu masuk khusus tamu VIP, Yosep yang mengenakan seragam kerja hitam sudah bersiap sejak tadi untuk menjemput mereka. “Selamat datang. Tuan Muda.”

Pandangannya tertuju pada Selena. Dia melihat Selena dari atas ke bawah sejenak, lalu perlahan– lahan

berbicara, “Nona Selena, selamat datang.”

Selena tidak melewatkan pandangan pria paruh baya yang menilainya itu. Menurut nalurinya sebagai seorang wanita, orang ini tidak menyukainya.

Tentu saja Selena juga tidak benar–benar ingin membuktikan apa pun, dia hanya mengangguk padanya Exclusive content from NôvelDrama.Org.

sebagai tanda hormat, lalu pergi lebih dulu.

Harvey melirik pria itu dengan tatapan dingin yang menunjukkan rasa tidak senangnya, “Buta? Saya tidak keberatan meminta orang mengganti kornea mata Anda.”

Bulu kuduk Yosep berdiri dan dia buru–buru menundukkan kepalanya. Alex yang berdiri di belakangnya malah menunjukkan ekspresi jahil. “Kepala Pelayan Yosep, kakakku sudah menjelaskan padamu sebelum dia datang. Kamu ini benar–benar tidak tahu atau pura–pura tidak tahu? Nona Selena? Huh.”

“Ayo jalan.” Chandra lewat di samping Alex dan menepuk bahunya, memintanya untuk tidak

memperkeruh masalah.

Ketika lewat, Chandra sama sekali tidak melihat ke arah Yosep.

Di belakang Yosep ada Nyonya Irwin. Nyonya Irwin tidak menyukai Selena, itulah sebabnya Yosep

bereaksi seperti itu.

Harvey dengan cepat melangkah maju dan dengan inisiatif meraih tangan Selena sambil menjelaskan dengan suara rendah, “Sebelumnya kita menikah diam–diam, jadi dia nggak kenal sama kamu.”

“Sekarang sudah kenal.”

Selena juga sudah bisa menebak sendiri, jadi dia tidak mengatakan apa–apa lagi.

Sepertinya calon ibu mertuanya tidak menyukai dirinya.

Harvey menoleh untuk memperhatikan sorot mata Selena dengan seksama, tapi yang terlihat olehnya malah Selena yang langsung mencari restoran di bandara dan dengan sigap memesan makanan, sama sekali tidak terpengaruh oleh perlakuan Yosep terhadapnya.

Selena sekarang sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, jadi emosinya sangat stabil dan berbeda dengan sebelumnya.

Tidak ada yang dapat mempengaruhi perasaannya.

“Sebelumnya aku sudah ada rencana, sudah lama aku ingin mencoba hidangan khas Nalanda.”

Harvey juga ingin menuruti keinginan Selena. “Masakan Nalanda di bandara tidak cukup otentik. Istirahatlah dulu yang cukup agar tubuh bisa sesuai dengan jam di sini. Setelah kamu sudah cukup istirahat nanti, aku akan membawamu pergi makan dengan lebih santai.”

“Baiklah,” Selena menjawab dengan cepat.

Yosep juga ikut masuk. Karena baru dimarahi oleh Harvey, sekarang dia sangat takut.

Dengan mengumpulkan nyalinya, dia mendekati kedua orang itu, menundukkan kepala dengan hati– hati dan berkata, “Tuan Muda, Nyonya Muda, Nyonya menunggu di rumah untuk makan bersama.”

Dari sikap Yosep terhadapnya, Selena sudah bisa menebak sikap mertuanya terhadap dirinya. Jika mertuamu tidak menyukaimu, kemungkinan besar makan malam ini tidak akan terasa enak.

Melihat hari yang sudah malam, Selena juga tidak ingin main–main dengan sakit perutriya.

Perutnya akan tetap sakit baik makan kebanyakan, tidak makan, maupun makan sedikit.

Mau di mana pun, tetap saja makan paling penting.

Dia tidak tahu seperti apa dirinya di masa lalu, tetapi sekarang dia hanya ingin memperlakukan dirinya

sendiri dengan lebih baik.

Tanpa menunggu jawabannya, Harvey sudah membantunya mencari alasan, “Aku yang perlu beli makan untuk mengganjal perut, tidak akan memakan banyak waktu.”

Harvey langsung mengambil tanggung jawab atas hal ini, membuat Yosep tidak bisa berkata apa–apa

dan hanya bisa mundur.

Selena juga tidak segan–segan, yang penting baginya adalah bisa makan kenyang.

Baru setelah puas bersendawa, dia menyeka bibirnya hingga bersih dan berdiri.

Harvey tersenyum kecil, “Sudah makan sekenyang ini, masih mau makan jamuan sambutan di rumah

nanti?”

Selena mengedipkan mata kepada Harvey, “Aku punya firasat bahwa makan malam hari ini nggak akan mudah untuk ditelan.”

Dia mendekat ke telinga Harvey dan bertanya, “Ibumu nggak suka sama aku?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.