Bab 222
Bab 222
Segera setelah mengatakannya, Harvey menjadi penasaran, jari—jarinya turun ke
leher Selena, “Cemburu?” tanyanya.
“Tuan Harvey bercanda, statusku sekarang ini nggak layak untuk cemburu.”
Melihat tatapan jijik yang terlintas di mata Selena, Harvey membungkuk dan
menggigit lehernya.
Terkadang dia bahkan ingin menggigitnya keras—keras, mengakhiri semua perselisihan di antara mereka.
Dengan perlawanan yang jelas dari Selena, Harvey mengangkat tangan Selena ke atas kepalanya dan jari-jarinya meremas dagu Selena sambil perlahan bertanya, ” Kalau kamu tahu statusmu, kenapa kamu nggak mau pegang?”
Selena pun mengernyit, “Harvey, ada apa kamu datang ke tempatku?” ujarnya.
“Heh.”
Harvey melepas dagu Selena, lalu jari-jarinya mulai membuka kancing baju Selena.
Dari dulu, Selena sudah bersepakat dengannya, dia tidak mampu melawannya, tidak
seharusnya dia melawan.
Karena itu, Selena hanya bisa mengungkit keluarga Wilson, “Harvey, kamu sudah
berjanji pada keluarga Wilson, kenapa sekarang kamu menemuiku lagi?” ujarnya.
“Aku itu cuma bertemu dengan pacarku, ada masalah dengan itu? Atau kamu
merasa dirimu itu penting?”
Selena dibuat kehilangan harga dirinya dengan penghinaan dan cemoohan di mata Harvey yang tidak pernah berubah. Dia mempererat jari-jarinya sedikit dengan menarik lengan baju Harvey.
Napasnya menjadi semakin cepat, pakaian Selena sudah hampir robek, dan perang
pun terjadi.
“Tung... tunggu!” kata Selena buru—buru menghentikannya, mendongak menatap
mata yang agak memerah itu.
“Kenapa?” tanya Harvey dengan kesal sembari menunduk menatapnya.
“Aku nggak suka bau parfum di badanku, aku mau mandi dulu,” ucap Selena mencari -cari alasan.
Tadi Harvey mencium baunya. Baunya tidak murahan, tetapi begitu menyengat. Itu adalah jenis bau yang dibenci olehnya dan Selena, sama seperti bau wanita yang berdandan sangat menor di klub malam.
Setelah melepaskan genggamannya terhadap Selena, dia memberikan perintah terakhir, “Lima menit.”
Selena hampir berlari ke kamar mandi dengan panik dan mengunci pintu, melihat wajahnya yang ketakutan di cermin, terlihat jelas semua pemandangan yang familier di depan matanya.
Handuk mandi yang dipilih sendiri olehnya, dan sikat gigi pasangan yang tertata dengan rapi. Semua yang ada di dalam ruangan itu mengingatkan mereka bahwa keduanya. pernah saling mencintai. Namun, Selena mencoba menghindar dari sentuhan Harvey.
Melihat pemandangan di luar bak mandi, lampu-lampu di kejauhan yang terlihat redup, Selena tampak seperti jiwa yang kesepian.
Kabur? Dia mau kabur ke mana?
Di sisi lain, Harvey berdiri di balkon sembari memandangi pemandangan yang dilihat Selena. Angin malam yang bercampur dengan sedikit hawa dingin itu. bertiup menerpa wajahnya.
Dia tahu perlawanan Selena, hanya saja ada beberapa hal yang tidak bisa dia katakan untuk saat ini, karena keterlibatannya terlalu dalam.
“Kamu sedang memikirkan apa?” Selena menghampirinya, sementara Harvey menunduk melihat jam tangannya, lima menit sudah berlalu.
Harvey menariknya ke dalam pelukannya dan mencium bau sabun mandiText © 2024 NôvelDrama.Org.
yang
familier dari tubuhnya.
“Lihat, bukannya keadaan kita sekarang ini terlihat seperti dulu?”
Dulu dia berdiri di sini sendirian untuk waktu yang lama. Selena memeluknya,
matanya besar dan berbinar, “Hanhan, kenapa kamu selalu suka tinggal di tempat yang tinggi dan terpencil seperti ini? Aku merasa sangat kasihan melihatmu
sendirian,” katanya.
“Kasihan?” Harvey menunduk.
Sambil tersenyum lebar, Selena menggerakkan alisnya yang indah, “Tapi karena ada aku yang menemanimu, mulai sekarang kamu nggak akan sendirian lagi,” ucapnya.
Orang yang ada dalam pelukannya sama persis dengan wajah yang ada dalam ingatannya, “Kamu bilang kamu akan menemaniku, jadi aku nggak akan sendirian,” ujarnya perlahan.
“lya, aku memang pernah bilang, tapi bukannya orang yang menyingkirkanku adalah kamu sendiri?” ujar Selena dengan ekspresi datar.