Noir et Blanc

Chapter 6: 05. Hang Out



Chapter 6: 05. Hang Out

Author’s POV

“HAH, RASANYA LEGA SEKALI!” ujar Jocelyn, memegang dadanya yang seakan ingin meledak

karena sangking gugupnya. Ia tidak menyangka akan banyak pertanyaan yang dilontarkan teman

sekelasnya. Lebih epic lagi saat dosen juga mempertanyakan mereka, menguji apa mereka benar-

benar menguasai materi yang mereka sajikan.

Beruntung, Chloe dan Gavin melakukan yang terbaik menurut wawasan mereka, dan juga Jocelyn, ia

sangat gugup, tapi karena Chloe menepuk pundaknya beberapa kali, ia berusaha untuk tidak

menghiraukan rasa mindernya dan ikut menjawab pertanyaan dari dosen tersebut.

“Rasanya seperti kita diserang,” ujar Jocelyn, bermalas-malasan di meja kantin. Ia hanya memesan

jus, untuk melegakan dirinya,

“Ini semua salahku. Seandainya aja waktu itu aku dapat undian nomor 1-“

“Tidak ada yang salah disini,” ujar Chloe, sambil melihat Jocelyn yang masih menutup wajahnya,

“Benar, selepas ini kita kan bisa bebas. Setiap minggu akan ada 2 kelompok yang akan berdiri

presentasi. Jadi kita udah gaada beban lagi sekarang,” lanjut Gavin.

“Kalian, apa setelah ini kalian ada kelas?”

Baik Chloe maupun Gavin menggelengkan kepala mereka,”Tidak,”

Jocelyn tersenyum girang,”Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Kebetulan aku bawa mobil kali ini,”

“Jalan-jalan?”

“Iya! Daripada suntuk dirumah,”

“Oke, aku join,” ujar Gavin, NôvelDrama.Org owns this text.

Chloe masih diam, berpikir apa dia ikut apa tidak. Ia tidak terlalu menyukai tempat

keramaian,”Memangnya mau kemana?”

“Aku kayak pengen kita ke Ocarina aja sih,”

“Hmmm... kayaknya gak pas deh. Ngapain juga ke Ocarina?”

“Ada wahananya, aku mau,” ngeles Jocelyn.

“Bagaimana kalau kita nonton aja? Mumpung weekday, pasti lebih murah,”

“Boleh boleh,” ujar Jocelyn, sebelum dia menyadari Chloe belum bersuara hingga saat ini,

“Chloe, kau ikut kan?”

Chloe menggigit bibirnya. Tidak biasanya dia berjalan-jalan begini bersama orang-orang,”

“Ikut dong, please…” bujuk Jocelyn, sembari memegang tangannya dengan harapan yang tinggi.

Chloe mengarahkan padannya ke Gavin, namun Gavin sendiri dia mengendikkan bahunya seakan

memberitahunya agar ia bisa memutuskannya sendiri,

“Oke,”

“YEAAYYY,” Chloe mengedipkan matanya sebagai bentuk kekagetannya dengan pekikan Jocelyn.

“Kenapa dia bisa sesenang itu?” pikirnya yang sama sekali tidak mengerti,

“Kalau begitu aku bakalan ajak Jeffry ya!”

“Siapa itu Jeffry?” tanya Gavin,

“Dia sahabat aku, kami biasanya bersama sih. Tapi karena kali ini kami kuliah di falkultas yang

berbeda, jadinya kami jarang hang out bareng,”

Gavin hanya mengangguk mengerti. Dalam hati, ia senang juga ketika Chloe memutuskan untuk ikut

bersama dengan mereka. Entah mengapa, ada suatu hal yang membuatnya tertarik dengan Chloe,

walaupun ia sendiri tidak mengerti bagaimana untuk menjelaskannya,

Dengan segera, Jocelyn menghubungi Jeffry dan tidak lama kemudian gadis itu menaikkan tangannya

sebagai bentuk kesenangannya,”Jeffry bilang dia ikut gais!”

“Hmmm… tapi katanya kita harus menunggunya selesai kelas nih,”

“Berapa lama lagi?” tanya Chloe,

“Sekitaran 20-30 menit lagi sih,”

“Lumayan lama juga ya…”

“Iya nih, tapi kalian masih mau ikut kan? Aku traktir nih!”

Mata gadis itu menjelajahi Gavin untuk mendapatkan jawaban darinya, begitu juga ia lakukan untuk

Chloe,

“Oke, jadi apa yang harus kita lakukan sekarang sambil nungguin orang itu, siapa namanya tadi?”

“Jeffry, Gavin. Jeffry…”

“Oh okay…”

Jocelyn berpikir sejenak, ”Bagaimana kalau kita main truth or dare?”

“Bingo! Aku suka itu,”

“Bentar aku beli air dulu, biar kita bisa main”

“Oke,” ujar gadis itu dengan serentak,

****

Chloe’s POV

Disinilah kami berada, di kantin yang beruntungnya sedang sepi karena kami sangat ribut.

Ah tidak, bukan kami, tapi mereka.

Beruntung hingga saat ini botol itu belum mengarahkan kepada diriku karena sebenarnya aku tidak

terlalu suka bermain hal seperti ini, karena aku tidak ingin membuka sisi dari diriku, terlebih melakukan

sesuatu yang pasti tidak masuk akal dan tidak penting.

Sekali lagi, botol itu terputar dan aku mulai menegang ketika botol itu perlahan berhenti ke arahnya.

Dan beruntungnya lagi, botol itu tidak benar-benar mengarah padaku, melainkan kepada Gavin.

“Oke Gavin, truth or dare?”

“Truth,”

“Oke, sekarang saatnya Chloe yang bertanya,

“Huh? Kenapa aku?”

“Karena aku sudah bertanya tadi, sekarang gantian dong, biar adil,”

Aku menatap pria itu, menilik sambil memikirkan pertanyaan apa yang perlu dia tanyakan,”Apa saat ini

kau sedang tertarik pada seseorang?”

Dengan mantap, Gavin berkata,”Ya,”

Aku hanya mengangguk,”Okay… lanjut,”

“Kau benar-benar tidak menanyakan kepadaku, siapa yang kusukai?”

“Bukankah permainannya hanya memperbolehkan satu pertanyaan saja?”

“Ah iya juga,”

“Lagipula aku tidak perduli siapa yang sukai,” ujarku pelan,

“Oke! Mari kita putar lagi,”

Jocelyn memutar lagi botol tersebut dan tanpa diduga botol itu mengarah kepadaku. Aku merasa

marah dan malas sekaligus, sebelum mereka bertanya, aku sudah mengatakannya lebih awal.

”Dare,”

“Ada sesuatu yang ingin kau lakukan,” ujar Gavin membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah

anime kepada Jocelyn. Jocelyn membelalakkan matanya, sebelum dia memberikan jempol kepada

Gavin. Apa yang mereka lakukan disana?

“Lakukan ini,” ujar Gavin menunjukkan video tersebut padaku. Aku terdiam, menatap keduanya yang

sudah tersenyum usil padaku. Aku mengigit bibirku, melihat untuk melakukan gerakan ikut seperti

karakter itu,

“Tidak perlu sampai semuanya, karena ini bahasa jepang, jadi dimaklumilah,”

“Lebih baik aku tidak melakukannya,”

“Oh ayolah, bersikap sportif dong,” tagih Jocelyn dengan berkacak pinggang. Begitu juga Gavin, pria

itu malah melihatku dengan serius. AKu menghela nafas berat, mengambil ponsel tersebut lalu melihat

gerakan anime itu, agar bisa ia tirukan,

“Nic-o Nico Nic,” aku berusaha untuk menirunya, namun gerakan itu terlalu kaku karena aku itu sangat

canggung berbuat hal demikian,

“Kurang imut,” ujar Gavin.

Aku menutup mataku, menghela nafasnya dengan berat. Ini bukan gayaku sekali, memiliki suara yang

cempreng dan melakukan sesuatu yang imut,

”Nic-o nico Nic!” paksaku dengan suaranya yang sengaja ia imutkan,

“Perfect,” ujar Gavin dan Jocelyn dengan jempol mereka yang melayang di udara,

“Apa kalian sudah lama menunggu,”

“Sangat lama!”

“Oh iya Jeffry, ini Gavin, teman kelasku”

“Jeffry,”

“Gavin,” ujar kedua lelaki itu berjabat tangan. Jocelyn menikmati pemandangan yang ada. sepertinya

dia sangat senang memiliki teman yang semakin bertambah,

“Oke! Mari kita berangkat!”

****

Saat ini, kami duduk itu tengah duduk di kursi B, menunggu film yang sudah kami pilih untuk kami

nonton. Awalnya Jocelyn bilang dia ingin film romantis, tapi ketiga dari kami memberikan silang dengan

tangan kami, seakan menolak mentah-mentah untuk menontonnya. Pada akhirnya, setelah perdebatan

dan diskusi yang panjang, kami semua memilih film horror.

Ketika layar mulai redup, Jocelyn menghentak kecil tubuh nya karena film yang ingin mereka putar

sudah mau dimulai,

“Jef, aku takut sumpah,”

“Tenang ada aku,” ujar Jeffry dengan bangga,

Sementara di sisi lain, aku hanya memandang layar itu dengan santai karena aku memang kebal

dengan film horror karena aku tahu, semuanya hanyalah film yang tidak nyata. Hanya saja, aku tidak

suka dengan jumpscare. Bukan karena menyeramkan, tapi mengagetkan.

Aku duduk di tertengahan Jocelyn dan Gavin. Sementara, Jeffry duduk di samping lain dari Jeffry.

Ketika filmnya sudah dimulai, Gavin mengajakku ngomong,”Kau tidak takut?”

“Tidak,” pungkasku, agar aku bisa focus dengan film ini.

Dan selama film ini diputar, Jocelyn sudah beberapa kali berteriak dan tampaknya Jeffry

menenangkannya. Sementara aku hanya terperanjat kecil ketika ada jumpscare. Entah kenapa aku

suka dengan alur cerita dari film itu, hanya saja jumpscare nya menyebalkan

“Sebenarnya aku sudah pernah nntn film ini,” ujar Gavin kepadaku,

“Nanti-“

Aku langsung menyumpal Gavin dengan tangan kananku karena aku tidak suka spoiler. Aku bisa

mendengar kekehan lelaki itu, dan dengan setengah kesal, aku menatapnya dengan sinis hingga

membuat nya benar-benar diam rasa menyesal.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.